jump to navigation

April 28, 2008

Posted by sunye in Uncategorized.
add a comment

Arsitektur Infrastruktur Wireless Internet April 8, 2008

Posted by sunye in Uncategorized.
add a comment

Arsitektur akses data wireless biasanya berbentuk sel-sel. Idealnya, diterapkan sistem nano sel. Nano sel ukurannya sekitar 0.05 km2 atau radius 125 m (sel biasa di telpon seluler adalah sekitar 5 km2 atau radius sekitar 2.3 km). Untuk sebuah metropolitan (Jakarta misalnya) dengan sekitar 500 km2 akan diperlukan sekitar 10,000 cell. Beberapa teman di lapangan kadang-kadang memang agak memaksa dengan membangun sel akses 2-11Mbps berbasis IEEE 802.11b (2.4GHz) pada radius layanan 10 km. Teknik detail-nya dapat dilihat di Wireless Internet Point of Precense WIPOP http://www.wipop.com.

Kembali ke pelataran ideal, kalau digunakan access point 802.11b untuk tiap nano sel-nya , yang berkapasitas 11 Mbps, dengan efisiensi 70%, berarti maksimum throughput 7.7 Mbps. Setiap access point dapat melayani 32 pengguna aktif bersamaan, berarti masing-masing pengguna kebagian sekitar 240 kbps. Dengan demikian 10,000 cell tadi akan dapat melayani 320,000 pengguna aktif atau 3,2 juta total pengguna jika pengguna aktif 10% dari total. Harga sebuah access point diatas sekitar $200 (indoor version), yang mungkin diperlukan tambahan sekitar$100 untuk mengubahnya menjadi outdoor version.

Untuk backhaul ke Internet backbone dapat digunakan DSL, atau dapat juga radio (802.11a misalnya). Jika rata-rata investasi DSL (atau juga radio 802.11a yang dipakai sebagai backhaul link) adalah $400-$500 per saluran (access point), maka total pembangunan infrastruktur wireless broadband atau kombinasi DSL atau wireless broadband murni ini kurang dari US$3 per pengguna. Sebuah angka yang fantastis murahnya. Harga peralatan radio di tiap pengguna adalah $100-$125. Untuk biaya operasi, terdiri sewa kapling akses point + listriknya yang sekitar $250 per access point per tahun, ditambah biaya backhaul ke backbone dan biaya koneksi ke Internet sendiri. Untuk server di backbone (dalam negeri), biaya koneksi ini akan murah, tetapi untuk server yang di luar negeri akan mahal. Bayangkan harus menyediakan backbone 320,00 x 240 kbps = 80 Gbps. Untuk sistem serat optik, ini bukan masalah karena untuk satu helai serat optik saja dapat ditransmisikan/dikoding dengan 96 warna yang masing-masing warna dapat membawa 10 Gbps atau total kapasitas sampai hampir 1 Tbps, tetapi untuk sistem satelit masih menjadi masalah besar sekali. Untuk biaya backhaul, kalau digunakan tarif multiple E1 ataupun tarif leased line, akan sangat mahal. Tetapi jika digunakan U-NII radio (802.11a misalnya) akan bisa murah juga.

Power Limit Infrastruktur Wireless

Power limit infrastruktur wireless biasanya dibatasi oleh kesepakatan batasan EIRP system. Untuk menentukan EIRP, kita harus melihat Free space loss-FSL, Margin Sistem Operasi, Sensitivitas penerima (Rx), Antenna gain dan Cable loss. Konsep perhitungan dicoba diperlihatkan dalam Gambaran umum sistem di atas.

Free Space Loss (FSL) adalah loss (kerugian) yang terjadi dalam sambungan komunikasi melalui gelombang radio dapat diformulasikan sebagai berikut:

FSL = 20 LOG10(Frek, dalam MHz) + 20 LOG10(Jarak, dalam mil) + 36.6.

Dari perhitungan sederhana di atas, maka untuk jarak 125 meter dan frekuensi 2400 MHz (2.4 GHz), FSL = 82 dB

Selanjutnya yang perlu di hitung adalah Margin Sistem Operasi (System Operating Margin – SOM) agar sistem dapat tetap bekerja dengan baik. Formula yang perlu di perhatikan sebetulnya sangat sederhana yang hanya membutuhkan kemampuan tambah kurang saja, yaitu:

SOM = Rx signal level – Rx sensitivity.

Rx signal level = Tx power – Tx cable loss + Tx antenna gain – FSL

+ Rx antenna gain – Rx cable loss.

Agar aman dari gangguan radio seperti Fading, Multipath dll. maka margin sistem operasi sebaiknya minimal 15dB. Sensitifitas radio IEEE 802.11b pada umumnya memiliki Rx sensitivity = -77 dBm. Jika kita menggunakan antenna dipole maka Tx / Rx antenna gain adalah 3 dBi. Beberapa rekan terutama di WARNET banyak menggunakan antenna parabola untuk menaikan Tx / Rx antenna gain menjadi 24 dBi. Untuk built-in antenna maka Tx / Rx cable loss = 0 dB. Untuk instalasi di WARNET yang berada diluar gedung, maka Tx / Rx cable loss bisa mencapai 5 dB. Dari perhitungan di atas, untuk nano sel dengan Tx/Rx antenna 3dB & cable loss 0dB, maka akan di peroleh Tx power 14 dBm atau 25 mW. Dengan demikian peralatan access point yang berbasis 802.11b yang ada saat ini sudah sesuai/cocok untuk kebutuhan nano sel di atas karena kebanyakan beroutput 25-50 mW. Untuk keperluan WARNET jika di hitung dengan baik, maka untuk jarak 5-7 km kita membutuhkan peralatan IEEE 802.11b pada 2.4 GHz dengan daya sekitar 20 dBm atau 100 mW.

Bagi rekan-rekan yang ingin memperoleh perhitungan di atas dalam bentuk file excel di persilahkan untuk mengambilnya secara gratis di http://www.bogor.net/idkf/ biasanya di bawah directory /fisik/wireless. Atau bisa memperolehnya dari onno@indo.net.id via e-mail.